pahlawan nasional dari Aceh : Cut Nyak Meutia



Budayapijay.or.id - Tjoet Nyak Meutia atau Cut Meutia merupakan salah satu pejuang Wanita dari Aceh, dikenal sebagai sosok pemberani dan memiliki semangat juang yang tinggi serta tekad kuat untuk mengusir para penjajah. Cut Meutia lahir pada 15 Februari 1870, Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, Kesultanan Aceh. Merupakan anak dari hasil perkawinan antara Teuku Ben Daud Pirak dengan Cut Jah. Dalam perkawinan tersebut, Cut Meutia adalah putri satu-satunya di dalam keluarga, sedangkan keempat saudaranya adalah laki-laki. Saudara tertua bernama Cut Beurahim, kemudian disusul Teuku Muhammadsyah, Teuku Cut Hasen dan Teuku Muhammad Ali. Orang tua Cut Meutia merupakan keturunan asli Aceh seorang Uleebalang di desa Pirak yang berada dalam daerah Keuleebalangan Keureutoe.

Sejak kecil, Cut Meutia sudah di didik untuk memahami soal agama dan ilmu berpedang dan semasa hidup Cut Meutia dikenal sebagai ahli pengatur strategi pertempuran. Taktiknya seringkali memporak-porandakan pertahanan militer Belanda. Salah satu taktik yang pernah Cut Meutia gunakan adalah taktik serang dan mundur, serta menggunakan prajurit memata-matai gerak-gerik pasukan lawan.

Semasa menjalani hidup, Cut Meutia sudah menikah sebanyak tiga kali. Suami pertamanya adalah Teuku Syamsarif atau dikenal Teuku Chik Bintara. Lalu, suami keduanya bernama Teuku Chik Muhammad, dan suami ketiga bernama Pang Nanggroe. Cut Meutia memiliki satu orang anak bernama Teuku Raja Sabi. Berawal bersama suami yang kedua, Cut Meutia pertama kali turun ke medan perang melawan Belanda.

PERLAWANAN TERHADAP BELANDA

Awalnya Cut Meutia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya Teuku Muhammad atau Teuku Tjik Tunong. Namun pada bulan Maret 1905, Tjik Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal, Teuku Tjik Tunong berpesan kepada sahabatnya Pang Nanggroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi.


Cut Meutia kemudian menikah dengan Pang Nanggroe sesuai wasiat suaminya dan bergabung dengan pasukan lainnya di bawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Pada suatu pertempuran dengan Korps Marechausee di Paya Cicem, Cut Meutia dan para Wanita melarikan diri ke dalam hutan. Pang Nanggroe sendiri terus melakukan perlawanan hingga akhirnya tewas pada tanggal 26 September 1910.

Setelah kematian Pang Naggroe, Cut Meutia masih terus melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama sisa-sisa pasukannya. Ia menyerang dan merampas pos-pos colonial sambal bergerak menuju Gayo melewati hutan belantara. Namun dalam pertempuran itu Cut Meutia gugur.

WAFATNYA 

Pasukan Belanda menggencarkan pengejaran terhadap pasukan Cut Meutia pada bulan Oktober 1910. Hal itu membuat Cut Meutia memindahkan pasukannya dari gunung ke gunung untuk menghindari pengepungan yang dilakukan Belanda. Hingga pada tanggal 24 Oktober 1910 di daerah Alue Kurieng, terjadi pertempuran sengit antara pasukan Belanda dan pasukan yang dipimpin Cut Meutia. Dalam pertempuran ini Cut Meutia gugur dengan terkenak tiga butir peluru saat bertempur dengan serdadu Belanda. Cut Meutia di makamkan di Alue Kurieng, Aceh. Sebelum wafat, Cut Meutia menitipkan anaknya kepada Teuku Syech Buwah untuk dijaga.

PENGHARGAAN

1.   Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107\1964         tahun 1964
2.  Mata uang nominal 1.000 Rupiah
3.  Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia, Aceh Utara
4.  Museum Rumah Cut Meutia, Aceh Utara
5.  Masjid Cut Meutia, Jakarta Pusat
6.  Taman Cut Meutia, Bekasi, Jawa Barat Beberapa nama – nama jalan di Indonesia

Penyunting: Nurul Aini, S.Pd (Analis Kesenian dan Budaya Daerah)

Posting Komentar

0 Komentar

advertise

Menu Sponsor

Subscribe Text

Ikuti Channel YouTube Budaya Pijay