HUT Korps Marinir : Sejarah Baret Ungu

Dok. Marinir

Budayapijay.or.id - Korps Marinir memiliki ciri khas baret ungu. Baret ungu memiliki kharisma tersendiri yang sudah amat terkenal bersahabat dengan masyarakat. Selain itu, warna ungu juga diilhami oleh bunga Bougenville, yang selalu gugur sebelum layu, hal ini melambangkan pengabdian prajurit Korps Marinir yang selalu siap berkorban jiwa raga demi keutuhan dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indoenesia (NKRI).

Kronologis warna ungu pada diri Korps Marinir

1958

Pada tahun 1958, warna ungu dipakai oleh Korps Marinir (ketika masih bernama KKO-AL) berupa pita sebagai kode pengamanan untuk mengadakan operasi pendaratan di Padang, Sumatera Barat dalam rangka Operasi 17 Agustus.

1961

Pada tahun 1961, Baret warna ungu untuk pertama kalinya dipergunakan oleh Batalyon-1 KKO-AL dalam Operasi Alugoro di Aceh. Selanjutnya baret tersebut dilengkapi dengan emblem (rancangan atau lukisan yang mengandung makna tertentu; lambang; simbol). Pada awalnya, emblem Korps Marinir berbentuk segi lima warna merah dengan lambang topi baja Romawi dan dua pedang bersilang ditengahnya. Pemasangan emblem di baret terletak di samping kiri depan.

1962

Bertepatan dengan HUT yang ke-17 KKO-AL, diadakan perubahan lambang emblem baret Keris Samudera dikelilingi oleh pita dengan tulisan “Jalesu Bhumyamca Jayamahe” (Di darat dan di laut kita jaya) dan terdapat tulisan “Korps Komando” di bawahnya. Diantara tulisan Koprs dengan Komando terdapat angka 1945 yang menandakan Korps Marinir lahir. Seluruh lambang dan tulisan emblem tersebut terbuat dari kuningan yang beralaskan warna merah segi lima. 1968, Diadakan lagi sedikit perubahan yaitu dengan memberi garis pinggir “Kuning” dari segi lima merahnya.

1975

Berdasarkan Skep Kasal No. Skep/1831/XI/1975 tanggal 14 November 1975, nama Korps Komando Angkatan Laut (KKO-AL) kembali berubah menjadi Korps Marinir sesuai dengan nama lahirnya Korps Marinir sejak tahun 1945.

1976

Kepala Staf TNI Angkatan Laut mengeluarkan Surat Keputusan No. Skep/2084/X/1976 tanggal 10 Oktober 1976, tentang Perubahan Emblem Korps Marinir. Perubahan tersebut adalah penambahan Jangkar sebagai latar belakangnya, pita bertuliskan “Korps Komando” berubah menjadi “Korps Marinir” dan angka “1945” tetap sebagai tanda lahirnya. Emblem tersebut dipasang pada baret dengan ketentuan bahwa tengah-tengah dasar emblem terletak tepat di atas ujung luar kening mata kiri. Sehingga Emblem tersebut secara resmi mulai dipakai tepat pada peringatan HUT ke-31 Korps Marinir tanggal 15 November 1975.

Perkembangan Organisasi Korps Marinir

Strategis dalam rangka OMP dan OMSP serta operasi lainnya sesuai kebijakan Panglima TNI. Sebagai Kotama Bin, Korps Marinir bertugas membina kekuatan dan kesiapan operasi satuan Marinir serta membina potensi maritime menjadi kekuatan pertahanan keamanan matra laut yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Staf Angkatan Laut.

Perkembangan Korps Marinir semenjak dilahirkan di kota kecil, Tegal pada 15 November 1945, terbilang cukup cepat. Dari aspek organisasi, personel, peralatan dan persenjataan, senantiasa mengalami perkembangan yang cukup pesat yang menjadikan Korps Baret Ungu sebagai alat pertahanan Negara yang cukup besar, handal dan juga professional.


Momen penting dalam sejarah Baret Ungu adalah Operasi Alugoro 1961 di Aceh. Operasi Alugoro merupakan upaya penumpasan DI/TII di Aceh.

Operasi Alugoro merupakan reaksi pemerintah atas peristiwa penyerbuan DI/TII dibawah pimpinan Daud Beureueh terhadap Kompi 5116 Brimob yang bertempat di Medangara, Kuala Simpang dengan mengerahkan kekuatan Batalyon I KKO-AL .

Tidak banyak sejarah yang dapat ditemukan mengenai Operasi Alugoro ini. Dalam Operasi Alugoro: Penumpasan DI/TII di Aceh, di ungkapkan fakta bahwa T. Daud Beureuh pada tahun 1962 menyerahkan diri kepada Panglima Kolonel M. Jasin yang waktu itu menjabat sebagai Panglima Kodam Aceh.

Penyunting: Afdhal Zikri, S.Pd (Ahli Pertama - Pamong Budaya)

Posting Komentar

0 Komentar

advertise

Menu Sponsor

Subscribe Text

Ikuti Channel YouTube Budaya Pijay