MEUNASAH KAYEE JATOE

 MEUNASAH KAYEE JATOE


Nama situs : Meunasah Kayee Jatoe

Alamat

Desa/Kelurahan : Meunasah Kayee Jatoe

Kecamatan : Bandar Baru

Kabupaten/Kota : Pide Jaya

Provinsi         : Aceh

Koordinat/UTM : 05’ 22’ 38.8” oLU – 96’ 11’ 49.3” oBT

Ketinggian : 81 mdpl

Ukuran

Luas Situs :

Panjang Masjid : 12 m

Lebar Kompek : 10 m

Bahan Utama : Kayu dan semen

Kondisi : Kurang terawat

Batas

Utara : Bangunan masjid baru 

Selatan          : Pagar komplek masjid

Timur : Jalan lintas desa

Barat : Bangunan kantor desa 


Deskripsi

Situs Meunasah Kayee Jatoe terletak di Desa Kayee Jatoe Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya. Situs ini berada di dalam komplek kantor desa di mana di sisi utaranya terdapat masjid modern Kayee Jatoe. Meunasah ini terletak pada koordinat 05’ 22’ 38.8” oLU – 096’ 11’ 49.3” oBT dan berada pada ketinggian 81 mdpl. Kawasan ini merupakan area kaki bukit di mana sawah padi dan perkebunan menjadi mata pencaharian utama masyarakat sekitar. 

Kata meunasah adalah bahasa Aceh yang diserap dari baasa Arab yaitu madrasah yang bermakna sekolah. Namun, dalam masyarakat Aceh meunasah bermakna surau atau tempat ibadah. Namun, pada masa lampau khususnya di era Kesultanan Aceh meunasah adalah pusat pendidikan dan keagamaan sehingga terminologi ini terus digunakan hingga hari ini. 


Meunasah kayee jatoe bermakna surau kayu jati. Ini didasarkan atas semua material pembangunan bangunan ini berasal dari kayu jati. Berdasarkan penuturan masyarakat lokal, pada masa lampau kawasan ini (kemukiman Cubo) memiliki kayu jati yang berlimpah sehingga material ini sangat mudah didapat. Maka tidak heran, bangunan ini terlihat sangat indah karena kualitas bahannya begitu bagus. 

Bentuk bangunan ini adalah bujursangkar dan ditopang oleh 16 tiang utama. Tinggi lantai dari permukaan tanah sekitar 1.9 m sehingga memudahkan aktifitas di bawah bangunan. Bangunan ini terlihat sangat terbuka karena dinding minimalisnya hanya setinggi 40 cm. Pada bagian dinding, motif yang berbagai corak dilukis begitu indah dan bagian penutup angin-angin atap motifnya juga sangat beragam. Motif motif tersebut adalah flora, geometri dan fauna.


Latar Sejarah

Meunasah Kayee Jatoe didirikan pada tanggal 30 Agustus 1958. Pertanggalan ini diukir sangat jelas pada dinding sisi utara, tepat di samping tangga sebagai akses utama ke meunasah. Alasan pendirian meunasah ini belum diketahui secara pasti. Namun, kawasan ini telah ditempati sejak abad ke-16 Masehi. Oleh karena itu, bertambahnya populasi di kemukiman Cubo – Bandar Baru sepertinya menjadi alasan utama di balik pendirian tempat ibadah ini. 

Sekitar 64 tahun lalu, tepatnya ketika meunasah ini didirikan di tahun 1958, meunasah masih memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai tempat ibadah dan pusat pendidikan. Sistem pendidikan masyarakat di Aceh pada waktu tersebut masih terpusat di meunasah-meunasah. Rekaman kolektif masyarakat lokal masih sangat jelas menggambarkan peran meunasah ini bagi masyarakat sekitar pada masa tersebut. Oleh karena itu, meunasah ini memiliki fungsi cukup signifikan dalam bidang pendidikan terhadap masyarakat di desa Kayee Jatoe dalam tempo tersebut.

Hal paling menarik yang perlu didiskusikan pada meunasah ini adalah ornament tradisional khas Aceh serta kehadiran motif-motif baru yang tidak pernah dikenal dalam kebudayaan masyarakat Aceh sejak masa lampau. Motif-motif tradisional di Aceh tidak pernah memunculkan bentuk hewan karena dianggap bertentangan dengan hukum Islam. Umumnya, motif tradisional Aceh yang terdapat pada bangunan ini adalah motif simpul tali, bunga awan, dan beberapa motif khas lainnya yang kerap kali ditemukan pada bangunan tradisional di Aceh. Namun, pada bangunan ini muncul motif-motif baru seperti angsa, ayam, bebek, sapi/kambing, monyet dan burung. Motif ini sama sekali tidak pernah ditemukan pada ukiran kayu, pahatan batu (nisan) serta pada manuskrip-manuskrip kuno di Aceh yang berasal dari zaman kesultanan. 

Kehadiran motif baru ini dapat ditarik pertanggalannya paska kemerdekaan Indonesia tahuhn 1945. Semua hewan yang disebutkan di atas habitatnya di darat dan hutan, bersesuaian dengan letak kawasan ini yang berada di kaki bukit. Sementara hewan-hewan bahari tidak satupun ditemukan pada motif tersebut. Ini sangat jelas menandakan bahwa seniman lokal sepertinya telah mengeksplorasi motif-motif baru yang terinspirasi dari hewan-hewan yang berada di lingkungan mereka. Tidak ada seniman yang dapat diwawancarai sehingga mengapa motif tersebut dapat digunakan dan dapat diterima secara baik oleh masyarakat. Namun, kehadiran motif-motif hewan tersebut menandakan bahwa transformasi ornament motif hewan di Aceh terjadi pasca kemerdekaan Indonesia.













Lampiran foto


Tampak sisi timur Meunasah Kayee Jatoe


Tampak sisi utara dan barat meunasah Kayee Jatoe



Konstruksi ruang utama dan atap meunasah Kayee Jatoe



Tampak sisi utara meunasah Kayee Jatoe


Motif ayam pada panil atas dan motif tradisional khas Aceh pada bagian bawah


Motif monyet dan motif tradisional khas Aceh


Motif angsa, burung, dan motif tradisional khas Aceh


Motif angsa, bebek dan motif tradisional khas Aceh



Posting Komentar

0 Komentar

advertise

Menu Sponsor

Subscribe Text

Ikuti Channel YouTube Budaya Pijay