Oleh
karena riwayat organisasi yang tidak biasa tersebut, rapat tokoh-tokoh
masyarakat dalam wilayah III Meureudu pada hari Jum’at tanggal 27 Agustus 1999
di oproom Setwilda Tingkat II Pidie
sepakat memilih Bachtiar Effendi sebagai Ketua Panitia Peningkatan Status
Wilayah Kerja Pembantu Bupati Pidie Wilayah III Meureudu menjadi Kabupaten
Meureudu (selanjutnya disingkat dengan Panitia Pemekaran). Pembentukan panitia
ini disahkan dengan Surat Keputusan Pembantu Bupati Pidie Wilayah III Meureudu
Nomor: 135/327/1999 tertanggal 28 Agustus 1999 yang ditandatangani oleh Drs. H.
Sulaiman Abdullah.
Rabu,
12 Juli 2023, kami berkesempatan silaturrahim ke rumahnya di belakang Pasar
Kota Meureudu. Di awal perbincangan, pensiunan Kepala SMA Negeri 1 Meureudu ini
langsung mengenalkan pikiran kami pada empat tim yang berkontribusi besar dalam
proses Pendirian Kabupaten Pidie Jaya. Tim yang dimaksud secara berturut-turut
adalah Panitia Pemekaran, Forum Percepatan, Perwakilan Banda Aceh, dan
Perwakilan Jakarta. Bachtiar sendiri terlibat di dua tim sebagai Ketua Panitia
Pemekaran dan Wakil Ketua Forum Komunikasi Percepatan Pemekaran Kabupaten Pidie
(selanjutnya disingkat dengan Forum Percepatan).
Proses
mendirikan Kabupaten Pidie Jaya berlangsung selama kurang lebih delapan tahun.
Dalam rentang waktu itu, Aceh dilalui enam kepemimpinan Gubernur, diantaranya:
Syamsuddin Mahmud, Ramli Ridwan (sebagai pj), Abdullah Puteh, Azwar Abu Bakar
(sebagai pj), Mustafa Abu Bakar (sebagai plh), dan Irwandi Yusuf. Sedangkan tampuk
kepemimpinan Pidie berganti empat kali, dimulai sejak Bupati Djakfar Ismail,
Abdullah Yahya, Syarifuddin AR (sebagai pj), dan Mirza Ismail.
Menurut
penuturan Bachtiar, ide awal pemekaran ini muncul saat Kolonel Syarwan Hamid
berkunjung ke Meureudu. Waktu itu, Meureudu merupakan kota terbersih di seluruh
wilayah Pidie. Pohon rindang di sepanjang jalanan bebas sampah, drainase berfungsi dengan
baik dialiri air jernih yang biasa
dipakai mandi dan mencuci oleh warga. Syarwan Hamid yang berhasil mengatasi
pemberontakan GAM saat bertugas sebagai Danrem 011/ Lilawangsa (1990-1992), berkunjung
dalam kaitan tugasnya sebagai Menteri Dalam Negeri Kabinet Reformasi
Pembangunan (pangkat terakhir Letjend). Kunjungan ini disambut langsung oleh
Djakfar Ismail yang notabene juga teman seangkatan Syarwan saat pelatihan di
Lemhanas. Dalam kunjungan itulah muncul ide spontan dari Syarwan mengenai pemekaran
Kabupaten Pidie sebagaimana yang sudah dilakukan di Bireuen dan Aceh Utara.
Ide
ini lalu disambut oleh Djakfar Is dengan mengundang seluruh alim ulama dan
tokoh masyarakat termasuk geuchik, mukim, dan Tgk. Imuem dalam Wilayah Kerja
Pembantu Bupati Pidie Wilayah III Meureudu (dari Ulee Glee sampai Glumpang
Minyeuk) untuk menghadiri rapat yang dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 27
Agustus 1999. Rapat perdana ini berhasil menunjuk tim formatur yang setelah
Shalat Jum’at melanjutkan rapat di Masjid Agung Al-Falah Sigli. Dari hasil
kedua rapat ini ditetapkanlah “Panitia Persiapan Pembentukan Kabupaten
Meureudu” yang bertugas melakukan penelitian dan pengkajian terhadap semua
potensi daerah serta berupaya dengan sungguh-sungguh untuk meningkatkan status Wilayah
Kerja Pembantu Bupati Pidie Wilayah III Meureudu menjadi Kabupaten Meureudu.
Panitia
ini dinaungi langsung oleh Bupati Pidie dan seluruh jajaran Muspida Tk. II
(istilah Forkopimda saat itu), serta seluruh Muspika dalam Wilayah III
Meureudu, termasuk alim ulama dan tokoh masyarakat asal Meureudu baik yang
berdomisili di dalam maupun diluar wilayah.
Dalam
kepanitiaan ini, Sulaiman Abdullah bertindak sebagai koordinator dibantu camat
Meureudu. Bachtiar Effendi didaulat sebagai ketua umum dibantu dua belas orang
wakil ketua, Abd. Rahman Puteh sebagai sekretaris umum dibantu delapan orang
wakil sekretaris, dan Nurdin H. Bencut sebagai bendahara umum dibantu H.M.
Saleh Husen.
Selain
pengurus harian, kepanitian ini juga terdiri atas empat seksi, diantaranya:
Seksi keuangan yang dikomandoi oleh Salman Ishak dibantu H.T. Maimun dan
sepuluh anggota, Seksi sekretariat dikomandoi oleh Mustafa Mahmud dibantu A.
Hamid Amin dan tujuh anggota, Seksi Humas/ Komunikasi/ Dokumentasi dikomandoi
oleh M. Husen AB dibantu Rizal Mahfud dan delapan anggota, serta Seksi litbang
dan pendataan yang dikomandoi oleh Iskandar Idris dibantu Zulkifli Ubit dan dua
puluh anggota.
Setelah
membentuk panitia, rapat juga menyepakati bahwa kabupaten yang akan didirikan
ini akan diberi nama Kabupaten Meureudu dan beribukota di Meureudu. Adapaun
wilayahnya meliputi sepuluh kecamatan yaitu Bandar Dua, Jangka Buya, ulim,
Meurah Dua, Meureudu, Trienggadeng, Panteraja, Bandar Baru, Glumpang Minyeuk
(sekarang masuk dalam Kec. Glumpang Tiga, Pidie), dan Geumpang. Seiring
berjalannya waktu, berulang kali diadakan rapat untuk mempersiapkan segala
sesuatu yang berhubungan dengan pemekaran, termasuk melibatkan tenaga ahli dari
USK untuk mengkaji PAD dan PDB Kabupaten Meureudu nanti. Setelah dokumen
pemekaran cukup lengkap, panitia mengirimkan berkas tersebut ke DPRD Tk. I dan
DPRD Tk. II untuk memperoleh rekomendasi.
Rekomendasi
dari DPRD Tk. I diperoleh dalam waktu relatif singkat, namun hal demikian tidak
terjadi pada DPRD Tk. II. Saat pembahasan di DPRD Tk. II, Fraksi PPP yang
dipimpin oleh Nurdin tidak setuju dengan usul pemekaran ini. Tidak sampai
disitu, ganjalan berikutnya datang dari GAM. Masa itu konsentrasi konflik antara
RI dengan GAM juga kembali hangat pasca pencabutan status DOM oleh Presiden
B.J. Habibi. Beberapa tokoh pemekaran Kabupaten Meureudu secara bergantian
“dipanggil” ke gunung oleh pimpinan GAM. Di waktu ini, kondisi kesehatan
Sulaiman Abdullah menurun drastis dan tak lama berselang ia pun wafat dengan
diagnosa serangan jantung. Karena kondisi itu, beberapa tokoh panitia pemekaran
tidak cukup berani untuk menghadiri “panggilan” pihak GAM. Mau tidak mau,
Bachtiar lah yang berulang kali menyahuti panggilan tersebut.
Dalam
beberapa kali pertemuan dengan pihak GAM, Bachtiar menangkap pesan bahwa pihak
GAM tidak menginginkan pemekaran wilayah ini. Alasannya, pemekaran ini akan memperkecil
wilayah Pidie dan melahirkan Kodim juga Polres baru sehingga menghambat
cita-cita pergerakan yang sedang diperjuangkan GAM. Menanggapi hal ini,
Bachtiar memberi tawaran bahwa di kabupaten yang baru nanti tidak akan
didirikan Kodim dan Polres baru sambil mencontohkan Aceh Besar dan Sabang yang
tetap tunduk ke Kodim Banda Aceh. Sampai tahap itu, usaha pemekaran Kabupaten
Meureudu terus dihadapkan dengan berbagai tantangan dan hambatan. Hingga masa
jabatan Bupati Djakfar Is berakhir di tahun 2000, ia tidak dapat mengeluarkan
rekomendasi pemekaran.
Usaha
mendirikan Kabupaten Pidie Jaya kemudian dilanjutkan pada masa Bupati Abdullah
Yahya. Di masa ini hambatan pemekaran semakin besar. Dalam rapat pertama di
masa Bupati Abdullah Yahya, Geulumpang Minyeuk dan Geumpang mengundurkan diri
dari wilayah pemekaran. Untuk menghambat pemekaran, di masa ini juga muncul
koalisi Pidie Bersatu yang disponsori oleh seorang anggota DPRD Tk. I dan
seorang anggota DPR Pusat. Beberapa tokoh juga tidak setuju dengan penyebutan
Kabupaten Meureudu. Mereka meminta agar nama kabupaten baru ini tetap menggunakan
nama Pidie. Mereka juga tidak setuju kalau ibu kota kabupaten ini di Meureudu.
Usulannya Leung Putu atau Trienggadeng. Menanggapi penolakan terhadap Meureudu sebagai
ibu kota, Bachtiar menjawab bahwa penentuan ibu kota nanti berdasarkan hasil
penilaian dari tim Kementerian Dalam Negeri. Di kemudian hari terbukti bahwa
dari tiga usulan calon ibu kota, Meureudu-lah yang paling memenuhi syarat
sebagai ibu kota kabupaten baru ini.
Untuk
mempercepat proses pemekaran, Bupati Abdullah Yahya membentuk Forum Komunikasi
Percepatan Pemekaran Kabupaten Pidie melalui Surat Keputusan Nomor 231
tertanggal 07 Januari 2004. Forum ini bertugas melakukan pendekatan dengan
instansi terkait baik di provinsi maupun di pusat sekaligus mencari donatur
yang bersifat tidak mengikat. Dalam forum ini, Bachtiar Effendi bersama H. Lukman
dan H.M. Yusuf Ishak didaulat untuk membantu Muchsin Hanafiah sebagai ketua
forum. Forum yang berisi 32 orang ini sebagian diambil dari unsur panitia
pemekaran sebagian lain merupakan gabungan ulama, akademisi, dan birokrat asal
wilayah III Meureudu baik yang bertugas di tingkat provinsi maupun di pusat.
Tidak
berhenti sampai disitu, usaha pemekaran terus dibahas dalam rapat-rapat
selanjutnya. Setelah beberapa kali rapat, akhirnya disepakati bahwa kabupaten
hasil pemekaran ini diberi nama Kabupaten Pidie Jaya, terdiri atas delapan
kecamatan dari Bandar Baru ke Bandar Dua, dan ber-ibu kota Meureudu.
Kesepakatan ini kemudian menjadi dasar bupati mengeluarkan rekomendasi
pemekaran Kabupaten Pidie. Lobi di tingkat provinsi digencarkan oleh Syamsuddin
Mahmud dan M. Gade Salam, sedangkan di tingkat pusat dikomandoi oleh Mustafa
Abu Bakar dan Hasballah M. Saad. Jalan panjang usaha pemekaran ini kemudian
berbuah manis dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Kabupaten Pidie Jaya di Provinsi NAD yang ditandatangani oleh
Presiden SBY pada tanggal 02 Januari 2007. (wda)
0 Komentar