Boh Gaca

Budayapijay.or.idBoh Gaca/Meugaca dalam arti sederhana adalah memakai daun inai (daun pacar), yang merupakan bagian dari perosesi persiapan seorang perempuan menuju pelaminan. Dalam prosesi ini, bagian utamanya adalah proses menyiapkan daun inai dan kemudian menghiasinya ditangan dan kaki calon mempelai perempuan. Boh Gaca ini dilakukan oleh seseorang yang berpengalaman dan memiliki keahlian dalam menghasilkan model motif yang indah dan biasanya motif-motif floral khas Aceh. Dulu, daun inai yang disiapkan memang daun inai asli/segar yang dipetik dari pohon inai, dan kemudian digiling secara tradisional dalam jumlah yang relative banyak, karena proses Boh Gaca akan berlangsung berkali-kali sampai menghasilkan warna merah yang maksimal(merah kehitam-hitaman), yang biasanya bertahan lebih lama. Seorang (mempelai perempuan) selanjutnya masih dianggap pengantu baru (dara baro) salah satunya ditandai dari selama bekas pemakaian inai belum hilang dari sejak acara atau upacara perkawinan. Akhir-akhir ini gilingan daun inai sudah diganti dengan inai kemasan yang dikenal dengan nama Hena, dan juga dengan motif yang jauh lebih bervariasi dari sebelumnya. Polanya juga berbeda dengan pola lama, karena cenderung lebih rumit dengan kehalusan yang cukupo detail.



Walaupun inti dari Boh Gaca adalah memakai daun inai (yang sudah digiling/dihaluskan), namun dalam prosesi dan penyiapannya tidak sesederhana itu. Sebelum proses memakai daun inai resmi dimulai, seorang calon pengantin juga dihias dan dipesijuk oleh keluarga dari kedua belah pihak keluarga ayah (wali) dan keluarga ibu (karong). Prosesi pertama yang akan dilakukan adalah peusijuk batu giling (bate seumeupeh) Kemudian dilanjutkan dengan prosesi pesijuek dara baro. Dalam proses ini akan dibacakan doa-doa yang dimaksudkan untuk keberkatan. Pesijuek mendinginkan/menenangkan hati biasanya prosesi ini digelar terhadap benda atau manusia dengan harapan memperoleh berkah, selamat atau berada dalam keadaan baik. Diprosesi ini harus disediakan ketan dan tumpoe (tumpi), bertujuan untuk mengambil keberkahan layaknya ketan tersebut lengket dan legit diharapkan mempelai agar selalu bersama-sama dalam suka dan duka, breuh pade (beras dan padi) dimaksudkan untuk keberkahan dan kemudahan rezeki, kemudian wangi-wangian dimaksud untuk memberikan kebaikan bagi mempelai dan bagi orang lain disekitarnya, perhiasan melambangkan kejayaan, boh kruet (jeruk perut) dimaksud untuk mensucikan dan oen sineujuk untuk memperoleh berkah, selamat dan berada dalam keadaan yang sejuk/dingin. Salah satu tumbuhan tersebut adalah rumput (naleung sambo) layaknya naleung sambo tersebut kuat diharapkan semoga pernikahan akan bertahan lama sampai akhir hayat. Dan masih banyak lagi tumbuh-tumbuhan yang ada dialam yang dijadikan bahan pesijuek untuk diambilkan keberkahan ataupun tafaul dari tumbuhan tersebut. 



Kemudian dilanjutkan dengan lhueh gaca yang dilakukan secara bersama-sama oleh kerabat dara baro untuk memisahkan daun dari tangkai dan tulang daun. Daun yang sudah disiapkan ini selanjutnya digiling sampai halus untuk memudahkan pengaplikasian dan memberikan warna yang lebih cerah. Pengaplikasian daun gaca umumnya dilakukan ditangan dan kaki dara baro dengan menggambar sebuah motif.  Motif Tuha Inong merupakan motif yang akan dipatenkan oleh pemerintah Pidie Jaya sebagai motif tradisional Pidie Jaya yang bisa diaplikasikan pada media apapun, salah satunya pada motif hena dalam prosesi adat Boh Gaca Pidie Jaya. Pemerintah kabupaten Pidie Jaya, dalam hal ini sudah mencoba memperkenalkan motif Tuha Inong ini kepada masyarakat luas yaitu pada perhelatan akbar Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 beberapa waktu lalu di Banda Aceh. Walaupun masih dalam proes penetapan sebagai motif khas tradisional Pidie Jaya, motif Tuha Inong ini akan menjadi motif kebanggakan Pidie Jaya yang bisa diaplikasikan salah satunya pada ukiran hena prosesi adat Boh Gaca Pidie Jaya. 





Posting Komentar

0 Komentar

advertise

Menu Sponsor

Subscribe Text

Ikuti Channel YouTube Budaya Pijay