Sejarah Pendirian Sanggar Meurah Seutia

Sejarah Pendirian Sanggar Meurah Seutia

UU Pemajuan Kebudayaan menggariskan empat langkah strategis dalam memajukan kebudayaan: pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan. Setiap langkah melayani kebutuhan yang spesifik. Pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan bertujuan memperkuat unsur-unsur dalam ekosistem kebudayaan, sementara pembinaan bertujuan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam ekosistem kebudayaan. Pada pasal 39 dan 40 dalam UU Pemajuan Kebudayaan disebutkan, Pembinaan meliputi upaya-upaya dalam meningkatkan dan memperluas peran aktif dan inisiatif masyarakat dalam pemajuan kebudayaan.

Pengembangan dan Pembinaan kesenian daerah sebagai salah satu objek pemajuan kebudayaan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Seni mencerminkan nilai-nilai, cerita, dan identitas. Pidie Jaya sendiri memiliki khasanah warisan indatu yang tercermin pada aktifitas budaya dan keseniannya seperti Teumampoe, Rapa’i Bubee, Seudati, musik Rapa’i, Geundrang dan Serune Kalee. Pembinaan kesenian adalah hal yang penting dalam pemajuan kebudayaan. Sanggar seni Meurah Seutia merupakan salah satu sasaran pembinaan kesenian untuk membantu usaha pelestarian dan pengembangan seni tradisional yang ada di Pidie Jaya. Dengan mengembangkan dan mendukung ekosistem seni yang kuat, masyarakat dapat merasakan manfaat yang luas, baik secara pribadi maupun kolektif.

Sanggar Seni Meurah Seutia merupakan wadah dalam pembinaan para generasi muda dalam memperkenalkan, mempelajari dan mengemas seni tradisi dan kreasi agar kesenian tersebut dapat terus terpelihara, layak ditampilkan dalam event-event regional nasional bahkan internasional, dapat meningkatkan mutu seni tradisi serta dapat membantu mempromosikan wisata seni budaya kabupaten Pidie Jaya. Nama sanggar Meurah Seutia memiliki makna sejarah yang dalam. Meurah berarti gajah yang mana dahulu pada masa kesultanan Aceh, Sultan Iskandar Muda mengunjungi “Nanggroe Meuredu” yang saat ini bernama kota Meuredu (ibu kota Pidie Jaya), Sultan Iskandar Muda menaiki gajah/meurah sebagai kendaraannya. Kemudian kata “Seutia” berarti setia yang mana menunjukan kesetiaan si gajah sebagai kendaraan Sultan Iskandar Muda.

Pendirian sanggar Meurah Seutia berawal pada tahun 2009 di bawah binaan Pendopo Bupati Pidie Jaya masa bapak Alm. Drs. Gade Salam. Namun pada tahun 2014 sanggar Meurah Seutia dialihkan ke Bidang Kebudayaan yang saat itu nomenklatur Bidang Kebudayaan masih pada Dinas Perhubungan Kebudayaan Pariwisata Komunikasi dan Informatika. Pada tahun 2016 Bidang Kebudayaan bergabung dengan Dinas Pendidikan dan nomenklatur dinas pun berubah menjadi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Hingga saat ini, sanggar Meurah Setia masih bertahan dibawah binaan Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pidie Jaya. Lokasi proses latihan sanggar Meurah Seutia bertempat di pekarangan Museum Pidie Jaya sedangkan sekretariat sanggar berada di Bidang Kebudayaan Disdikbud Pidie Jaya.

Posting Komentar

0 Komentar

Menu Sponsor

Subscribe Text

Ikuti Channel YouTube Budaya Pijay